Langkah ini diambil atas dugaan pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang dalam proses persidangan perkara importasi gula rafinasi yang sempat menyeret namanya.
Jakarta– Tak lama setelah menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, ekonom dan mantan pejabat publik Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, melangkah cepat dengan melaporkan tiga hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung.
Langkah ini diambil atas dugaan pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang dalam proses persidangan perkara importasi gula rafinasi yang sempat menyeret namanya.
Lembong: “Saya Tidak Akan Diam, Saya Akan Lawan”
Dalam pernyataan pers yang disampaikan di Gedung Ombudsman RI, Tom Lembong mengaku selama ini memilih diam karena menghormati proses hukum. Namun setelah memperoleh abolisi dari Presiden dan bebas dari segala tuntutan pidana, ia merasa perlu mengungkap kejanggalan yang menurutnya “menggerus integritas peradilan”.
“Saya menempuh jalur resmi. Ini bukan balas dendam. Tapi saya tidak bisa membiarkan pengadilan dipakai untuk menjatuhkan orang secara politis,” tegas Lembong.
Ia juga menambahkan bahwa selama proses persidangan, terdapat fakta yang ditutup-tutupi, saksi kunci yang diabaikan, serta narasi dalam putusan yang menyimpang dari kronologi sebenarnya.
Tiga Hakim Dipersoalkan, KY Minta Bukti Awal
Komisi Yudisial telah menerima laporan resmi dari kuasa hukum Lembong dan akan menelaah dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim yang memutus perkara importasi gula pada 2024 lalu. KY menyatakan terbuka terhadap laporan tersebut, namun menegaskan bahwa semua proses akan berjalan sesuai koridor hukum dan etika.
“Kami akan pelajari dokumen dan keterangan yang diajukan. Jika ditemukan bukti awal yang cukup, tentu akan kami tindaklanjuti melalui sidang etik,” kata Juru Bicara KY, Luthfi Arief.
Latar Belakang Kasus Importasi Gula
Kasus ini mencuat pada awal 2024 ketika pemerintah mengimpor gula rafinasi dalam jumlah besar sebagai upaya menekan harga di pasaran. Namun, proses importasi tersebut kemudian dipersoalkan karena dianggap merugikan petani lokal dan membuka celah dugaan kolusi antara pengusaha dan oknum pejabat.
Tom Lembong yang saat itu menjabat sebagai penasihat ekonomi dalam tim nasional stabilisasi pangan, disebut dalam persidangan meski tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka. Namun putusan hakim dianggap menyudutkannya secara moral dan reputasi.
Respons Publik dan Pengamat: Perlu Transparansi Peradilan
Langkah Lembong ini mendapat beragam tanggapan. Sebagian kalangan menilai bahwa ini adalah langkah korektif terhadap sistem peradilan, sementara pihak lain mengingatkan agar tidak menjadikan abolisi sebagai legitimasi menyerang lembaga yudikatif.
Pengamat hukum tata negara, Prof. Indra Gumilang dari UI, menyatakan bahwa laporan terhadap hakim adalah hak setiap warga negara, namun proses etik tidak boleh diintervensi opini publik.
“Jika ada pelanggaran etik, maka harus diselesaikan secara objektif dan transparan. Tapi jangan sampai ini berubah jadi konflik antar-lembaga,” ujarnya.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.