KPK belum mengungkap perkembangan kasus ini karena proses masih tertutup, terutama selama masih dalam tahap PLPM hingga penyelidikan.
Peneliti dari Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, yang lebih dikenal dengan panggilan Castro, menekankan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum mempublikasikan perkembangan terkait penanganan kasus dugaan penipuan laporan keuangan PT Pupuk Indonesia senilai Rp8,3 triliun kepada masyarakat.
Castro menegaskan bahwa keterbukaan adalah elemen fundamental dalam menangani kasus-kasus korupsi. Ia berpendapat, jika proses penanganan berlangsung secara tertutup tanpa alasan yang jelas, maka mencuat kecurigaan terkait adanya hal-hal yang ingin disembunyikan.
“Intinya adalah, dalam menangani korupsi harus transparan dan terbuka. Ketika proses tersebut tidak dilakukan secara terbuka, ini menandakan ada upaya untuk menutupi sesuatu,” katanya saat dihubungi Inilah.com dari Jakarta pada hari Jumat (18/4/2025).
Ia mengakui adanya tahapan hukum yang bersifat tertutup, khususnya saat tahap penyelidikan serta penyidikan dimulai. Namun, ia berpendapat, keseluruhan informasi tidak perlu disembunyikan dari publik.
“Kita mengerti bahwa ada bagian tertentu dalam proses hukum yang dijalankan dengan cara pro-justitia untuk penyelidikan yang mungkin perlu ditutup. Namun, bukan berarti semua informasi harus dirahasiakan; ada aspek yang secara hukum harus diketahui publik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Castro menyoroti bahwa sikap KPK yang terlalu mengekang akses informasi mengenai penanganan kasus korupsi justru bisa menimbulkan kecurigaan dan mampu merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antikorupsi tersebut jika perilaku ini terus berlanjut.
“Jika KPK membatasi informasi seolah-olah harus dirahasiakan semua, itu justru terkesan aneh. Mustahil untuk memberantas korupsi jika dilakukan dengan cara yang tidak transparan. Saya percaya, jika kebiasaan ini diteruskan, kepercayaan publik pasti akan menurun, dan jangan berharap korupsi dapat ditangani dengan baik,” ungkap Castro.
Ia menambahkan bahwa bila informasi disampaikan dengan cara yang tertutup, publik berhak merasa curiga bahwa ada yang ingin disembunyikan oleh KPK.
“Saya mengerti bahwa ada hal tertentu yang memang perlu ditutup, tetapi ada juga informasi yang perlu dibagikan kepada publik untuk menjaga kepercayaan. Jika tidak, upaya untuk menyembunyikan sesuatu yang tidak transparan akan mengindikasikan bahwa ada 'kejahatan' yang ingin ditutupi. Ada pihak yang ingin 'diselamatkan', persepsi ini akan berkembang di masyarakat,” jelasnya.
“Dan jangan menyalahkan publik jika mereka menduga KPK ingin menyembunyikan suatu kasus atau berusaha menutupi kejahatan, atau mungkin ada yang ingin dilindungi oleh KPK. Pemikiran masyarakat yang berkembang seperti ini perlu dipahami, jangan sampai disalahkan,” tutupnya.
Sebelumnya, diberitakan bahwa dugaan korupsi yang berkaitan dengan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang mencapai Rp8,3 triliun masih dalam proses pemeriksaan oleh tim Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.
KPK belum mengungkap perkembangan kasus ini karena proses masih tertutup, terutama selama masih dalam tahap PLPM hingga penyelidikan. Informasi baru akan disampaikan kepada publik ketika kasus telah naik ke tingkat penyidikan dan penetapan tersangka.
Meski demikian, KPK meminta publik untuk tidak khawatir dan menegaskan bahwa kasus tersebut akan ditindaklanjuti, meskipun belum bisa memastikan kapan akan dinaikkan ke tahap penyidikan.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah Etos Indonesia Institute membeberkan dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang berpotensi merugikan negara hingga Rp8,3 triliun. Lembaga itu mendesak Kejaksaan Agung segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia terkait temuan tersebut.
“Dugaan ini bukan sekadar opini, melainkan berdasarkan data yang kami peroleh. Oleh karena itu, kami mendesak Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), untuk segera memeriksa Dirut dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah, dikutip Senin (17/3/2024).
Iskandarsyah menjelaskan bahwa berdasarkan audit independen ditemukan selisih dalam laporan keuangan sebesar Rp8,3 triliun. Temuan itu diperparah dengan adanya rekening yang tidak disajikan dalam neraca, termasuk transaksi tunggal senilai hampir Rp7,98 triliun.
“Angka tersebut terdiri dari jumlah kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp707,87 miliar dan penempatan deposito berjangka sebesar Rp7,27 triliun,” ungkapnya.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.