Sejumlah kalangan menilai bahwa penanganan kasus ini mencerminkan pergeseran pendekatan hukum yang cenderung mempidanakan kebijakan administratif tanpa bukti kuat akan mens rea atau niat jahat.
Jakarta, 29 Juli 2025 — Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, yang divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula, memantik perhatian publik yang luas. Tak hanya soal substansi kasus, tetapi juga mengenai peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan majelis hakim yang menangani perkara ini.
Sejumlah kalangan menilai bahwa penanganan kasus ini mencerminkan pergeseran pendekatan hukum yang cenderung mempidanakan kebijakan administratif tanpa bukti kuat akan mens rea atau niat jahat.
Peran KPK dalam Pengusutan Kasus
Meskipun penyelidikan awal sempat dilakukan oleh Kejaksaan Agung, kasus Tom Lembong akhirnya ditangani oleh KPK setelah ditemukan dugaan pelanggaran dalam penerbitan izin impor gula kepada perusahaan non-BUMN, yang dinilai melanggar ketentuan hasil rapat koordinasi nasional.
Menurut KPK, tindakan Tom membuka ruang bagi keuntungan sepihak dan tidak melalui mekanisme formal yang seharusnya dilalui, termasuk ketiadaan rekomendasi teknis dari kementerian terkait.
“Tindakan memberikan izin tanpa dasar koordinasi yang sah berpotensi merugikan negara dan bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar juru bicara KPK dalam konferensi pers awal tahun ini.
Namun, penangkapan dan penuntutan terhadap Tom Lembong menuai kritik dari sejumlah pengamat hukum dan ekonomi. Mereka mempertanyakan apakah pendekatan KPK dalam kasus ini masih sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi yang fokus pada tindakan jahat, bukan sekadar prosedur teknis.
Majelis Hakim dan Pertimbangan Vonis
Majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat yang diketuai oleh Hakim Ketua R. Anwar Nasution, memutuskan bahwa Tom Lembong bersalah karena melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan bahwa Tom telah menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat negara.
Dalam sidang putusan, hakim menyebut bahwa meskipun Tom tidak terbukti menikmati keuntungan pribadi, keputusan yang ia ambil tetap melawan hukum karena mengabaikan prosedur formal, seperti absennya rapat koordinasi dan rekomendasi teknis.
“Tindakan terdakwa melampaui kewenangan sebagai Menteri dan telah memberi keuntungan kepada pihak swasta secara tidak sah,” tegas Hakim Anwar dalam amar putusannya.
Majelis hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan, seperti rekam jejak baik terdakwa, ketidakterlibatan dalam kasus korupsi sebelumnya, dan kontribusi terhadap reformasi kebijakan selama menjabat.
Respons Publik dan Dukungan Meluas
Vonis terhadap Tom Lembong mendapat respons keras dari masyarakat sipil. Tagar #JusticeForTomLembong menjadi viral di media sosial, dengan banyak pihak mempertanyakan apakah aparat penegak hukum—baik KPK maupun pengadilan—telah mempertimbangkan konteks kebijakan dan kepentingan publik secara menyeluruh.
Bahkan beberapa mantan penyidik dan penasihat hukum KPK turut menyuarakan keprihatinan. Mereka menilai bahwa kasus seperti ini seharusnya diselesaikan dalam ruang evaluasi kebijakan, bukan melalui jalur pidana.
Pengajuan Banding dan Harapan atas Keadilan
Pihak kuasa hukum Tom telah menyatakan banding atas putusan tersebut. Mereka menegaskan bahwa kliennya tidak memiliki niat jahat, tidak menerima keuntungan, dan hanya menjalankan kebijakan yang tujuannya untuk mendukung efisiensi distribusi pangan nasional.
“Kami percaya proses hukum masih berlangsung dan akan memberikan ruang untuk membuktikan bahwa ini bukan korupsi, melainkan kriminalisasi terhadap kebijakan yang berani,” kata kuasa hukum dalam konferensi pers usai sidang.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.