Perusahaan akan mengambil langkah tegas, termasuk yang berkaitan dengan surat peringatan tingkat III (SP3).
Citra maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yang menggunakan kode emiten GIAA, kini ternoda oleh kasus mata uang palsu atau upal. Kok bisa terjadi demikian?
Hal ini terjadi karena seorang karyawan Garuda bernama Bayu Setyo Ariwibowo (BS) terlibat dalam kasus upal di Bogor. Dalam jaringan tersebut, BS berperan sebagai pemesan uang palsu.
Menyikapi peristiwa ini, Direktur Human Capital & Corporate Services Garuda Indonesia, Enny Kristiani, hanya bisa mengekspresikan penyesalan. Diketahui bahwa Bayu merupakan pegawai yang sudah tidak aktif sejak 2022. Dia sedang menjalani Cuti di Luar Tanggungan Perusahaan (CDTP).
“Perlu kami informasikan bahwa yang bersangkutan saat ini sedang menjalani program Cuti di Luar Tanggungan Perusahaan (CDTP) sejak tahun 2022. Sampai saat ini, yang bersangkutan belum kembali menjalankan kewajibannya sebagai karyawan aktif dan tidak tercatat melakukan tugas di area operasional perusahaan,” jelas Enny, di Jakarta, pada hari Minggu (13/5/2025).
Dia menambahkan bahwa perusahaan akan mengambil langkah tegas, termasuk yang berkaitan dengan surat peringatan tingkat III (SP3). Pihak Garuda Indonesia berencana untuk mematuhi semua proses hukum yang sedang berlangsung.
“Garuda Indonesia menegaskan komitmennya terhadap nilai integritas dan praktik corporate governance yang baik, serta akan mematuhi semua proses hukum yang ada,” kata Enny.
Kepala Komunikasi Korporat Garuda Indonesia, Dicky Irchamsyah, juga menyatakan bahwa para pelaku akan mendapatkan sanksi tegas sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Ya, perusahaan menjamin akan mengambil tindakan tegas terhadap oknum karyawan tersebut sesuai hukum yang berlaku,” tuturnya.
Kasus ini berawal dari penemuan sebuah tas yang tertinggal berisi uang Rp316 juta di dalam gerbong KRL di Stasiun Tanah Abang. Setelah diperiksa, uang dalam tas tersebut terbukti palsu. Akibatnya, polisi melakukan pengintaian hingga seseorang mengklaim sebagai pemilik tas itu.
Setelahnya, polisi membongkar asal-usul uang palsu itu, yang ternyata diproduksi di salah satu pabrik di kawasan Bubulak, Kota Bogor. Polisi akhirnya menjerat total 8 orang tersangka, salah satunya merupakan pegawai BUMN yang berperan sebagai pemesan.
Kedelapan tersangkanya adalah BS selaku pemesan uang palsu/karyawan Garuda, BBU selaku pemesan uang palsu, MS berperan mengambil tas tertinggal berisi uang palsu yang dipesan BS, BI berperan sebagai penjual uang palsu, E berperan sebagai penjual uang palsu, AY berperan sebagai perantara penjual dengan pencetak uang palsu, DS berperan sebagai pencetak uang palsu, dan LB berperan membantu DS menyediakan tempat produksi uang palsu.
Polisi juga menggeledah pabrik uang palsu di Bogor dan menemukan sejumlah barang bukti, di antaranya peralatan untuk mencetak serta pecahan uang palsu yang siap diedarkan. Total uang palsu yang disita adalah 23.297 lembar pecahan Rp100 ribu atau setara Rp3,3 miliar. Selain itu ada pula uang pecahan US$100 sebanyak 15 lembar yang juga diduga palsu.
Dari pemeriksaan sementara, polisi mendapati bahwa produksi uang palsu ini dilakukan setiap ada pesanan. Diketahui, uang palsu Rp300 juta dibayar dengan uang asli Rp90 juta. Saat ini, para tersangka sudah ditahan dan dijerat dengan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 244 KUHP Pidana dan/atau Pasal 245 KUHP. "Ancaman pidana dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun," kata Kapolsek Tanah Abang Kompol Haris Akhmat Basuki.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.