Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memerintahkan pengusutan keterlibatan Direktur Jenderal Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arif Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perm Blog Bayu Krisnamurti (Dirut) dalam dugaan korupsi impor beras .
"Laporan ke KPK memang harus ditelaah dulu untuk kemudian menentukan potensi pidananya," kata Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini, ketika dihubungi Inilah.com, dari Jakarta, Minggu (7/7/2024).
Orin pun menyarankan, KPK segera bergerak cepat dan buat gebrakan dalam mengusut keterlibatan Kabapanas maupun Dirut Perum Bulog di kasus dugaan korupsi impor beras.
"Siapapun yang berkaitan bisa saja dipanggil untuk diperiksa. Guna membuat terang atau jelas apakah suatu peristiwa memang tindak pidana atau menemukan siapa saja yang menerima keuntungan, harus bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi," kata dia.
Menurut Orin, sektor pengadaan barang jasa ekspor impor memang rawan dikorupsi. Apabila, Arief Prasetyo Adi dan Bayu Krisnamurthi terlibat, maka harus ditindak cepat oleh lembaga antirasuah dengan menjadikan tersangka.
"Berupa mark up harga, ketidaksesuaian spesifikasi dan sebagainya. Celah potensi korupsi bisa saja jika ada suap untuk mempengaruhi kebijakan. Jika menang berpotensi ada maka ditindaklanjuti pada tahap penyelidikan penyidikan untuk memastikannya," ucapnya.
Diketahui, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun. Keduanya juga dilaporkan dalam dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto yang melaporkan kasus ini menemukan indikasi praktik tak sehat di tubuh Bapanas dan Bulog. Hari menilai, dua lembaga yang bertanggung jawab atas impor beras ini tidak proper dalam menentukan harga, sehingga terdapat selisih harga beras impor yang sangat signifikan.
“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up. KPK harus bergerak dan memeriksa Kepala Bapanas dan Dirut Bulog, ” ujar Hari Purwanto di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Dia mengungkapkan data yang menunjukkan bagaimana praktik dugaan mark up ini terjadi. "Ada perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group yang memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan 573 dolar AS per ton dengan skema CIF," ucapnya.
Namun sejumlah data yang dikumpulkan menyebut, harga realisasi impor beras itu jauh di atas harga penawaran. Dugaan mark up ini juga diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024, Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai 371,60 juta dolar AS.
Artinya Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata 655 dolar AS per ton. Dari nilai ini, tutur Hari, ada selisih harga atau dugaan mark up senilai 82 dolar AS per ton.
"Jika kita mengacu harga penawaran beras asal Vietnam, maka total selisih harga sekitar 180,4 juta dolar AS. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp2,7 triliun," kata Hari.
Terkait demurrage, Hari menduga dugaan negara merugi Rp294,5 miliar, akibat tertahannya 490 ribu ton beras impor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, pada pertengahan hingga akhir Juni 2024. Atas dua aduan ini, Hari meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengadaan impor beras.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.