Di Indonesia, kemerosotan nilai moral di kalangan generasi muda sudah menjadi masalah yang semakin meningkat, ditambah lagi dengan meningkatnya kejadian tindak pidana dalam beberapa tahun terakhir.
Di Indonesia, kemerosotan nilai moral di kalangan generasi muda sudah menjadi masalah yang semakin meningkat, ditambah lagi dengan meningkatnya kejadian tindak pidana dalam beberapa tahun terakhir.
Peristiwa seperti perundungan di sekolah, pencurian, pelecehan seksual, perzinahan, perjudian daring, dan pembunuhan anggota keluarga mencerminkan kemerosotan moral anak-anak negeri ini.
Akhir-akhir ini, beberapa kejadian kekerasan menjadi sorotan, antara lain bullying ekstrem di Sekolah Binas Serpong, kekerasan yang dilakukan mahasiswa pascasarjana di Universitas Undip, serta aksi keji seorang remaja yang menikam kedua orang tuanya hingga tewas di Tangerang Selatan. Belum lama ini, anak seorang pengusaha roti di Jakarta Timur melakukan tindakan arogan dengan menganiaya karyawan perusahaannya.
Melihat deretan kasus yang terus bermunculan, wajar jika Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat tren peningkatan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum pada periode 2020 hingga 2023. Hingga 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak terlibat dalam berbagai kasus hukum, dengan 1.467 anak berstatus tahanan dalam proses peradilan, sementara 526 lainnya telah dijatuhi hukuman sebagai narapidana.
Dalam laporan Mahkamah Agung dari Januari hingga Agustus 2023, terdapat 4.749 perkara anak yang masuk ke pengadilan, dengan kasus pencurian dan perlindungan anak sebagai yang terbanyak.
Apa Penyebab Runtuhnya Nilai Etika dan Moral di Generasi Muda?
Tindak kekerasan dan kriminalitas yang terus muncul menunjukkan adanya permasalahan mendalam terkait penurunan nilai etika dan moral di kalangan generasi muda.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, memandang pentingnya upaya bersama untuk mengembalikan nilai-nilai agama dan etika yang kini semakin terkikis.
"Kita banyak melihat masalah-masalah moral, terutama di kalangan pemuda. Ini perlu kerja bersama, terutama orang tua agar lebih mendekatkan diri dalam hubungan dengan keluarga," kata Fahrur saat dihubungi Inilah.com, Kamis (26/12/2024).
Fahrur menilai tindakan kekerasan oleh anak dipengaruhi berbagai faktor, dengan minimnya perhatian dari keluarga sebagai salah satu penyebab utamanya. Ketika orang tua kurang terlibat dalam pengawasan dan pembinaan nilai-nilai moral, anak cenderung berkembang tanpa batas yang jelas.
"Ditambah lagi mereka dikuasai oleh internet, gadget yang menyebabkan mereka semakin jauh dari moral dan ajaran agama," tutur Fahrur.
Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak juga membuka ruang bagi pengaruh budaya asing yang sulit terbendung di era digital. Internet, meski menawarkan kemudahan akses informasi, juga memuat konten negatif yang merusak perkembangan anak, seperti game online dengan visual tidak pantas hingga iklan judi online.
Apa Solusi atas Persoalan Ini?
Fahrur menyatakan ada sejumlah solusi untuk mengatasi persoalan ini. Menurutnya, pengawasan dan kehangatan keluarga menjadi elemen penting dalam membentuk karakter anak. Ia juga menekankan pentingnya kepedulian masyarakat untuk tidak mentolerir hal-hal negatif di lingkungan sekitar.
Selain itu, pembinaan moral berbasis nilai-nilai keagamaan menjadi hal krusial. Fahrur percaya kesadaran agama dapat menjadi rem bagi generasi muda untuk menahan diri dari perilaku menyimpang dan tindakan yang melanggar norma sosial maupun hukum.
"Nilai-nilai spiritual penting sebagai kendali terhadap baik buruknya perilaku, serta keyakinan keagamaan dapat menjadi rem agar seseorang tidak melakukan hal-hal negatif," ungkapnya.
Inisiatif PBNU
Sebagai ormas Islam terkemuka, PBNU memiliki inisiatif melalui program Gerakan Keluarga Maslahat NU (GKMNU) yang bertujuan mewujudkan kemaslahatan keluarga Indonesia, khususnya keluarga NU, dengan khidmah yang solid dan terintegrasi. Program ini berfokus pada pencegahan stunting anak, bimbingan keluarga sakinah, pemberdayaan ekonomi keluarga, kesehatan gizi, dan program lain yang menyentuh keluarga Indonesia.
"Negara kuat berasal dari keluarga yang kuat. Jadi untuk menekan angka perceraian, pernikahan dini, dan hamil di luar nikah, PBNU bekerja sama dengan Kementerian Agama," kata Fahrur.
Ia menegaskan GKMNU dapat menjadi wadah edukasi bagi anak-anak muda dan keluarga agar menyadari pentingnya rumah tangga yang kuat dan harmonis, termasuk dari sisi ekonomi. Menurutnya, banyak permasalahan hukum yang melibatkan anak didasari faktor ekonomi.
"Kejahatan juga salah satu faktornya adalah kerapuhan ekonomi. Makanya kami membuat program penyuluhan hingga ke daerah-daerah," terangnya.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.