Pandangan ini muncul setelah Muhammad Syafei, yang merupakan Kepala Hukum Jaminan Sosial di PT Wilmar Group, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Chairul Huda, seorang pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), menyatakan bahwa bukan hal yang mustahil bila suap sebesar Rp60 miliar berasal dari pihak-pihak berpengaruh di Wilmar Group atau perusahaan lainnya untuk mempengaruhi keputusan lepas (onslag) yang melibatkan tiga terdakwa korporasi dalam kasus ekspor ilegal minyak kelapa sawit (CPO).
Pandangan ini muncul setelah Muhammad Syafei, yang merupakan Kepala Hukum Jaminan Sosial di PT Wilmar Group, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Chairul percaya bahwa pengambilan keputusan untuk memberikan jumlah suap yang besar itu tidak semata-mata merupakan inisiatif pribadi.
“Mungkin saja hal itu, karena suap seperti ini jelas bukan keputusan individu,” terang Chairul di Jakarta pada hari Jumat (18/4/2025).
Dia juga menekankan bahwa jika ada dua alat bukti permulaan yang memadai, maka kemungkinan pihak-pihak lain dari petinggi Wilmar, serta PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group, bisa diikutsertakan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. “Jika ada bukti yang mendukung, status tersangka bisa saja ditetapkan,” ujarnya.
Sebelumnya, tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung telah menetapkan Muhammad Syafei sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap yang berkaitan dengan pengondisian putusan lepas (onslag) bagi tiga korporasi dalam kasus CPO. Ia diduga berfungsi sebagai pihak yang memberikan suap.
"Bahwa berdasarkan alat bukti yang cukup, pada hari ini penyidik telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu tersangka MSY selaku Legal PT Wilmar," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan tertulis, Selasa (15/4/2025) malam.
Syafei langsung ditahan selama 20 hari sejak 15 April hingga 5 Mei 2025. Ia disebut sebagai pihak yang menyiapkan dana suap yang kemudian disalurkan kepada pengacara korporasi, Ariyanto (AR). Uang tersebut lalu diteruskan kepada Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), hingga akhirnya sampai ke Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Total nilai suap mencapai Rp60 miliar.
Uang suap ini juga mengalir kepada majelis hakim yang menangani perkara CPO, yakni DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom). Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka dalam perkara tersebut, terdiri dari lima pihak pengadilan sebagai penerima dan tiga dari pihak yang berperkara sebagai pemberi.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.