Update Terbaru - Berita Populer - Kategori

Nahdlatul Ulama Bekasi Protes Kebijakan KDM, Tak Berpihak Pada Pesantren

Bagikan
22 Mei 2025 | Author : Redaksi
Foto: Antara/Pradita Kurniawan Syah
Aksi protes disampaikan melalui forum audiensi dihadiri pengurus PCNU, RMI-NU, Forum Pondok Pesantren, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) serta perwakilan pesantren dan diterima pimpinan DPRD Jawa Barat Acep Jamaludin dan anggota asal fraksi PKB Rohadi di Kantor DPRD Jawa Barat.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi memprotes keras kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi berkaitan penyerahan ijazah secara sukarela oleh sekolah kepada seluruh siswa.

Aksi protes disampaikan melalui forum audiensi dihadiri pengurus PCNU, RMI-NU, Forum Pondok Pesantren, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) serta perwakilan pesantren dan diterima pimpinan DPRD Jawa Barat Acep Jamaludin dan anggota asal fraksi PKB Rohadi di Kantor DPRD Jawa Barat.

"Kami sangat menyayangkan kebijakan tersebut karena tidak berpihak pada kalangan pesantren bahkan kebijakan tersebut adalah zalim. Ini sangat menyedihkan," ujar Ketua PCNU Kabupaten Bekasi KH. Atok Romli Mustofa di Bandung, Rabu (21/5/2025).

Menurutnya, kebijakan tersebut justru menimbulkan keresahan, khususnya bagi kalangan pesantren. Sebab, tidak melalui kajian secara komprehensif dan partisipatif melainkan spontanitas, intimidatif dan hanya bersifat intuitif Gubernur Jawa Barat.

Kebijakan itu bahkan disertai ancaman kepada pesantren atau sekolah yang menolak tidak akan menerima program bantuan pendidikan menengah universal (BPMU) hingga pencabutan izin operasional.

Ia menekankan, dampak kebijakan itu bagi lingkungan pesantren tidak main-main, mulai jangka pendek hingga panjang mengingat pondok pesantren mendidik dan membina santri tidak hanya di sekolah melainkan 24 jam penuh.

Atok menganalogikan teori kebutuhan Abraham Maslow di mana ada kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri yang sudah diberikan oleh pesantren kepada semua santri tanpa pandang bulu dan status sosial.

"Ada biaya yang sangat besar yang dikeluarkan pesantren secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri yang secara pembiayaan dipenuhi oleh pemerintah," jelasnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Yapink Pusat KH. Kholid menegaskan pesantren hadir jauh sebelum Indonesia ada dan para pendiri pesantren sejak awal berdiri telah fokus untuk berkontribusi bagi masyarakat melalui pendidikan mandiri.

Dia mengaku dalam jangka pendek, pengelolaan pondok pesantren dapat dipastikan terhambat oleh kebijakan itu. Para alumni dari beragam latar belakang datang ke pesantren untuk meminta hak berlandaskan arahan Gubernur Jawa Barat.

"Sedangkan di sisi lain, ada hak pesantren yang tidak terpenuhi. Tentu hal tersebut akan mengganggu proses belajar mengajar di lingkungan pesantren," katanya.

Kebijakan tersebut juga akan menimbulkan potensi banyak pesantren gulung tikar dalam waktu dekat karena masalah finansial. "Banyak kasus di Kabupaten Bekasi yang satu pesantren saja sudah mengeluarkan Rp1-1,7 miliar uang keluar yang belum dilunasi oleh para alumni," ungkap dia.

Persoalan lebih serius berpotensi dialami pesantren dalam jangka panjang yakni degradasi akhlak. Semisal tidak ada lagi takdzim kepada guru dan pesantren karena seolah-olah pemerintah sedang mengadu-domba santri dengan pesantren yang menahan ijazah.

"Orang tua dan santri tidak diajarkan tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban. Maka yang akan rusak adalah generasi bangsa. Tidak akan terwujud generasi emas yang dicita-citakan," katanya.

Ketua BMPS Kabupaten Bekasi H. M. Syauqi menyatakan kebijakan ini tidak partisipatif karena tidak melibatkan sejumlah unsur terkait bahkan bisa berdampak sangat buruk bagi sektor pendidikan ke depan.

"Memang benar, semua rakyat Indonesia berhak menerima pendidikan secara gratis karena menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh pemerintah. Tapi, apakah pemerintah sudah dan mampu memenuhi kewajibannya tanpa peran sekolah swasta, khususnya pesantren? Kami yakin, tidak," tuturnya.

Menurut dia pesantren yang sudah mendarah daging dan menjadi jati diri bangsa Indonesia mempunyai peran fundamental dalam sistem pendidikan Indonesia, bahkan sebelum Indonesia ada.

Data menunjukkan negara hanya mampu menyediakan pendidikan gratis melalui sekolah negeri sebanyak 25-35 persen dari jumlah kebutuhan populasi yang ada. Sisanya, peran swasta sangatlah besar.

"Melalui kegiatan audiensi dengan pimpinan DPRD Jawa Barat ini kami berharap ada dorongan dan eskalasi kepada Gubernur Jawa Barat untuk memperhatikan pesantren dan merevisi atau membuat pengecualian kebijakan terhadap pesantren. Solusi dari masalah yang timbul akibat kebijakan tersebut mutlak dibutuhkan," ujar dia.
Baca Juga
• Hapus Batasan Usia Calon KPI Daerah, Pensiunan ASN Berebut Daftar
• Presiden Hormati Putusan MK soal UU ITE
• Gubernur Jateng Luthfi Gencar Sosialisasikan Program MBG: Dorong Transformasi Sosial dan Ekonomi Jaw
• Ingin Putus Rantai Kemiskinan, Kemensos akan Buka Sekolah Rakyat Tingkat SD hingga SMA di Jember
• Jangan coret Uang Rupiah, Ini Pasal Yang Bakal Diterima, Sanksi Penjara hingga Denda Miliaran!
#Pesantren #NahdlatulUlama #Bekasi #DediMulyadi #kdm #pemporvjabar
BERITA LAINNYA
Politik Airlangga Hartanto Mundur, Rapat Pleno Pemilihan Plt Ketum Golkar Akan Seger Diglear
Kesehatan Live Streamer Terkena Stroke saat Siaran Langsung di TikTok
Infotainment Chef Arnold Dicibir Netizen, Singgung Harga Program Makan Gratis Prabowo-Gibran
Dalam Negeri Jumlah Penumpang MRT hingga LRT di Jakarta Turun, Ini Alasannya
Kesehatan 5 Cara Alami Mengobati Jerawat, Rahasianya Sabar!
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.