KPU periode 2022-2027 mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan terkait kinerja dan integritasnya. Reformasi kelembagaan dianggap mendesak untuk memperkuat demokrasi Indonesia.
Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022-2027 tengah menjadi sorotan publik dan berbagai lembaga masyarakat sipil. Beberapa kalangan menilai kinerja KPU dalam menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada mendatang masih jauh dari harapan, terutama terkait transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas.
Koalisi Sipil Kodifikasi Undang-Undang Pemilu menyebut sejumlah kebijakan dan langkah operasional KPU selama ini menunjukkan indikasi kurangnya kehati-hatian dan pengawasan internal. Akibatnya, mereka menekankan perlunya reformasi kelembagaan menyeluruh agar lembaga penyelenggara pemilu dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan independen.
“Evaluasi terhadap KPU bukan hanya soal teknis administrasi, tetapi menyangkut kredibilitas demokrasi Indonesia. Tanpa reformasi, kepercayaan publik terhadap proses pemilu bisa menurun,” ujar juru bicara Koalisi Sipil.
Selain itu, Koalisi Perempuan Indonesia juga menyoroti etika dan integritas KPU. Mike Verawati, Sekretaris Jenderal Koalisi, menekankan bahwa penyelenggara pemilu harus memegang prinsip moral dan profesionalisme yang tinggi. Menurutnya, kualitas pemilu tidak hanya diukur dari kepatuhan administratif, tetapi juga dari kemampuan lembaga menjaga kepercayaan publik.
Sorotan terhadap KPU ini muncul di tengah persiapan Pemilu 2024 dan Pilkada serentak, yang menuntut lembaga penyelenggara pemilu bekerja lebih cepat, efisien, dan akuntabel. Beberapa kritik utama yang muncul antara lain:
Proses rekrutmen dan seleksi anggota KPU yang dinilai kurang transparan.
Pelaksanaan sosialisasi dan pendidikan pemilih yang belum merata.
Mekanisme pengawasan internal yang masih perlu diperkuat untuk mengantisipasi konflik kepentingan.
Reformasi Kelembagaan: Langkah Strategis
Reformasi kelembagaan KPU dianggap mendesak untuk memperbaiki kinerja dan memastikan pemilu yang adil dan jujur. Beberapa langkah strategis yang disarankan oleh pengamat politik antara lain:
Peninjauan struktur organisasi KPU agar lebih efisien, transparan, dan mampu merespons dinamika pemilu modern.
Penguatan mekanisme akuntabilitas internal dan eksternal, termasuk pengawasan oleh lembaga independen seperti DKPP.
Peningkatan kompetensi SDM KPU, melalui pelatihan profesional dan standar integritas yang lebih ketat.
Transparansi dalam pengambilan keputusan untuk membangun kepercayaan publik terhadap setiap tahapan pemilu.
Menurut pengamat politik, langkah-langkah ini tidak hanya akan meningkatkan profesionalisme KPU, tetapi juga memperkuat demokrasi Indonesia secara keseluruhan. “Reformasi kelembagaan adalah investasi jangka panjang bagi stabilitas politik dan kualitas pemilu,” kata pengamat.
Tantangan dan Harapan
Meski reformasi kelembagaan sangat diperlukan, tantangan nyata tetap ada. Perubahan struktural memerlukan dukungan politik, anggaran yang memadai, dan kesiapan internal KPU itu sendiri. Namun, banyak pihak menegaskan bahwa jika reformasi terlaksana dengan baik, kepercayaan publik terhadap KPU dan proses demokrasi akan meningkat secara signifikan.
Kritik terhadap KPU ini juga membuka ruang bagi masyarakat untuk lebih aktif mengawasi penyelenggaraan pemilu. Lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan media diharapkan terus memberikan masukan konstruktif agar setiap tahapan pemilu dapat berjalan adil, transparan, dan demokratis.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.