Di berbagai platform seperti X (Twitter), Instagram, dan forum diskusi daring, banyak masyarakat menyatakan bahwa vonis terhadap Tom tidak mencerminkan keadilan substantif
Jakarta, 19 Juli 2025 — Tagar #JusticeForTomLembong ramai diperbincangkan di media sosial pasca vonis 4 tahun 6 bulan penjara yang dijatuhkan kepada mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, dalam kasus impor gula. Ribuan warganet, aktivis, ekonom, dan tokoh masyarakat menyuarakan keprihatinan mereka, menyebut vonis tersebut sebagai bentuk kriminalisasi kebijakan publik.
Di berbagai platform seperti X (Twitter), Instagram, dan forum diskusi daring, banyak masyarakat menyatakan bahwa vonis terhadap Tom tidak mencerminkan keadilan substantif karena tidak ditemukan adanya niat jahat (mens rea) maupun keuntungan pribadi dalam tindakannya.
"Kami bukan membela pelanggaran hukum. Tapi kalau semua pejabat yang berani mengambil keputusan reformis dan berpihak pada rakyat dipenjara karena alasan administratif, siapa lagi yang mau bekerja jujur di birokrasi?" tulis akun @ekonommuda di X.
Dukungan dari Kalangan Profesional
Dukungan terhadap Tom Lembong juga datang dari sejumlah tokoh profesional dan pelaku industri. Mereka menilai Tom sebagai sosok yang dikenal bersih, transparan, dan berintegritas selama berkarier di pemerintahan maupun sektor swasta.
“Kebijakan yang dibuat Tom justru membuka pasar agar lebih kompetitif dan efisien. Jika itu dianggap korupsi, maka ini preseden buruk bagi pejabat yang ingin membawa perubahan,” ujar Yuli Andari, ekonom kebijakan publik dari sebuah lembaga riset independen.
Petisi Online Muncul
Selain media sosial, muncul pula petisi daring di platform change.org yang berjudul “Hentikan Kriminalisasi Kebijakan Publik: Justice for Tom Lembong.” Petisi itu, dalam waktu kurang dari 24 jam, telah ditandatangani lebih dari 35.000 orang dari berbagai latar belakang.
Isi petisi tersebut menyoroti bahwa Tom Lembong tidak menikmati keuntungan pribadi dan justru membuat keputusan dalam kerangka reformasi pasar pangan, yang seharusnya dikaji dari sisi kebijakan, bukan pidana.
Pakar Hukum Menyoroti
Beberapa pengamat hukum turut memberikan komentar. Menurut mereka, batas antara pelanggaran administratif dan tindak pidana korupsi sering kali kabur dalam kasus-kasus seperti ini.
“UU Tipikor memang memungkinkan penafsiran luas, namun pengadilan seharusnya juga mempertimbangkan intensi dan dampak publik dari kebijakan tersebut,” ujar Prof. Mahendra Putra, Guru Besar Hukum Tata Negara.
Ajukan Banding, Proses Masih Berlanjut
Pihak kuasa hukum Tom Lembong telah mengonfirmasi bahwa mereka akan mengajukan banding atas putusan Tipikor. Mereka menegaskan tidak ada bukti yang menunjukkan klien mereka memperoleh keuntungan finansial pribadi dari izin impor gula tersebut.
Sementara itu, Tom Lembong sendiri menyatakan tetap menghormati proses hukum dan berharap keadilan substantif dapat ditegakkan di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.