Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkap fakta bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak nampaknya dipengaruhi oleh anggota keluarga, terutama orang tua anak.
Hal tersebut diungkapkan anggota kelompok kerja perlindungan anak Indonesia PP IDAI, PhD. Meita Dhamayanti dalam diskusi online, Kamis (20 Juni 2024).
Berdasarkan data statistik yang dipaparkan IDAI, 44% kekerasan seksual terhadap anak dilakukan oleh perempuan yang disebabkan oleh ibu. Sedangkan 18% dibuat oleh ayah.
"Orang tua sendiri yang menyentuh atau yang dikatakan di sini ternyata orang tua yang paling tinggi melakukan kekerasan pada anak apakah ini yang dimaksud kekerasan? Iya, ini artinya domestic violence," ujar Meita.
Sementara itu, 22 persen pelaku kejahatan seksual pada anak juga dilakukan oleh ayah dan ibu tiri. Dan sisanya dilakukan oleh para pengasuh.
Meita pun menjelaskan beberapa penyebab atau faktor yang membuat keluarga atau orang tua justri menjadi ancaman berbahaya bagi anak-anaknya, terutama dalam konteks kekerasan seksual.
"Faktor risiko terjadinya kekerasan seksual anak dari orang tua, mungkin orang tuanya mempunyai masalah. Artinya orang tuanya punya masalah, yang paling sering mungkin masalah mental atau stres," kata Meita.
Stres dalam arti gangguan psikis dan fisik. Meita juga mencontohkan betapa banyak orang tua yang menghadapi stres di masa pandemi COVID-19, terutama akibat pembatasan sosial dan berkurangnya kekuatan ekonomi.
Selain itu, Meita juga membeberkan beberapa risiko yang dihadapi anak jika mereka mengalami pelecehan atau kekerasan seksual dari keluarga dan orang lain.
Salah satu dampaknya adalah depresi, emosi tidak terkendali, menimbulkan kesan rendah diri hingga ingin bunuh diri.
"Trauma akibat kekerasan adalah sebuah luka yang akan mampu mengubah hidup anak sekarang dan masa depannya. Di masa yang datang ia juga akan mengalami masalah kesehatan seperti penyakit kelamin dan sebagainya," ujar Meita.